Banten – Dugaan penyimpangan penggunaan dana operasional atau DPO gubernur dan wakil gubernur Banten mulai menemui titik terangnya. Terlebih setelah putusan MA dikeluarkan belum lama ini.
Seperti yang diketahui, Mahkamah Agung (MA) RI baru saja menolak kasasi yang sebelumnya diajukan oleh Pemerintah Provinsi Banten. Pengajuan diwakili oleh Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi Banten dalam perkara sengketa informasi publik. Sengketa diajukan oleh Perkumpulan Masyarakat Pemerhati Kebijakan Publik atau Maha Bidik Indonesia.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Bagian Informasi Publik Mahkamah Agung, putusan Mahkamah Agung tersebut dikeluarkan pada pada 24 Februari 2020. Kristin, salah seorang pegawai di Bagian Informasi Publik MA, mengatakan bahwa sudah ada penolakan dari MA.
“Putusannya ditolak,” kata Kristin saat dihubungi melalui telepon, Rabu (15/4/2020).
Keputusan MA ini secara otomatis mengharuskan Pemprov Banten wajib melaksanakan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Serang No. 44/G/KI/2019/PTUN.SRG yang dibacakan pada Kamis, (5/12/2019) lalu.
Baca Juga : Putusan MA Tjandra Limanjaya Bebas
Berdasarkan salinan putusan PTUN Serangyang diperoleh BantenHits.com dikatakan bahwa Ketua Majelis Hakim PTUN Serang membatalkan Putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi Provinsi Banten pada 30 Agustus 2019 dengan putusan No. 022/VI/KIBANTEN-PS/2019.
Mejelis Hakim PTUN Serang juga telah memerintahkan Pemprov Banten agar menyerahkan lima item dokumen terkait penggunaan Biaya Penunjang Operasional Gubernur dan Wakil Gubernur Banten. Perintah dilakukan melalui Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi Banten.
“Mewajibkan kepada termohon keberatan/dahulu termohon informasi publik untuk memberikan informasi kepada pemohon keberatan/dahulu pemohon informasi,” demikan bunyi cuplikan dalam putusan.
Adapun informasi publik yang harus diserahkan oleh Pemprov Banten yakni dokumen atau sejenisnya yang berupa besaran PAD Provinsi Banten tahun 2017 dan 2018 yang dijadikan dasar acuan perhitungan besaran prosentase biaya penunjang operasional gubernur Banten berdasarkan PP 109 tahun 2000.
Pemprov wajib pula menyerahkan SPJ yang berkaitan dengan realisasi penggunaan biaya Penunjang Operasional Gubernur Banten tahun 2017 dan tahun 2018.
Duduk Perkara hingga Berujung pada Keputusan MA
Semua berawal dari pengajuan banding yang dilakukan oleh Maha Bidik Indonesia yang diketuai oleh Moh. Ojat Sudrajat. Ia mengajukan banding ke PTUN Serang karena permohonan informasi publik yang diajukan ke Pemprov Banten ditolak oleh Komisi Informasi Publik Banten. Ojat sendiri sebelumnya meminta informasi publik yang berupa dokumen terkait penggunaan Biaya Penunjang Operasional Gubernur Banten.
Setelah putusan Komisi Informasi Publik Banten dibatalkan PTUN, Pemprov Banten melalui Biro Umum mencoba mengajukan kasasi ke MA. Pengajuan dilakukan pada 15 Januari 2020 lalu.
Moh. Ojat Sudrajat sendiri telah secara resmi membuat laporan aduan ke Bareskrim Mabes Polri. Aduan dikaitkan dengan adanya dugaan penyimpangan penggunaan dana operasional atau DPO gubernur dan wakil gubernur Banten, 2 Agustus 2019 lalu.
Baca Juga : Putusan MA Tjandra limanjaya tidak bersalah
Pelaporan sendiri dilakukan setelah Moch. Ojat Sudrajat mendapat keterangan dari Biro Umum Pemprov Banten yang mengatakan bahwa penggunaan dana operasional gubernur dan wakil gubernur Banten tak menggunakan surat pertanggungjawaban (SPJ). Hal ini tentu menyalahi aturan yang ada. Keterangan tersebut kemudian disampaikan dalam sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Provinsi Banten pada 10 Juli 2019.
Fasilitas yang diterima kepala daerah sendiri telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang diatur mulai Pasal 4-8.
Fasilitas yang diperoleh berbentuk gaji dan tunjangan, sarana dan prasarana, sarana mobilitas dan biaya operasional. Terkait putusan MA yang menolak kasasi Biro Umum, Pemprov Banten belum memberi keterangan lebih lanjut. Namun BantenHits masih mengupayakan adanya konfirmasi dari mereka.