Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon: OJK Tetapkan Kebijakan Baru

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 mengenai perdagangan karbon melalui bursa karbon. Peraturan ini akan menjadi panduan serta pedoman bagi perdagangan karbon yang dilakukan melalui bursa karbon di Indonesia. Kepala Departemen Literasi, Aman Santosa memaparkan Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, mengungkapkan bahwa POJK ini telah disusun sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang mewajibkan regulasi lebih lanjut mengenai perdagangan karbon melalui bursa karbon.

“Arsa UU P2SK, penyusunan POJK ini telah melibatkan proses konsultasi dengan Komisi XI DPR RI,” ujar Aman dalam keterangan tertulis pada Rabu (23/8/2023).

Aman menekankan bahwa regulasi ini merupakan bagian dari komitmen OJK dalam mendukung pemerintah dalam mengimplementasikan program pengendalian perubahan iklim dengan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK), sejalan dengan komitmen yang diakui dalam Paris Agreement. Selain itu, penerbitan POJK ini juga bertujuan untuk membentuk dasar hukum dalam mencapai target emisi GRK yang ditetapkan.

Peraturan ini mencakup sepuluh poin penting terkait perdagangan karbon melalui bursa karbon. Di antaranya, peraturan ini menetapkan bahwa unit karbon yang diperdagangkan melalui bursa karbon adalah efek yang harus terlebih dahulu terdaftar di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI) dan Penyelenggara Bursa Karbon.

Selanjutnya, hanya pihak yang telah memperoleh izin usaha sebagai penyelenggara bursa karbon dari OJK yang dapat menjalankan kegiatan perdagangan karbon melalui bursa karbon. Regulasi ini juga mengatur bahwa penyelenggara bursa karbon dapat mengembangkan produk berbasis Unit Karbon setelah mendapat persetujuan OJK.

Kegiatan perdagangan karbon melalui bursa karbon wajib dijalankan secara teratur, wajar, dan efisien. Disamping itu, penyelenggara bursa karbon diwajibkan memiliki modal disetor minimal sebesar Rp 100 miliar yang tidak berasal dari pinjaman.

“Pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris Penyelenggara Bursa Karbon harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh OJK dan melewati penilaian kemampuan dan kepatutan,” bunyi poin keenam.

OJK juga akan melakukan pengawasan yang melibatkan aspek tata kelola, manajemen risiko, perlindungan konsumen, serta semua aspek yang berkaitan dengan perdagangan karbon melalui bursa karbon. Dalam pelaksanaan usahanya, Penyelenggara Bursa Karbon berwenang untuk menyusun peraturan. Peraturan-peraturan tersebut berlaku setelah mendapat persetujuan OJK. Poin terakhir menekankan bahwa rencana kerja dan anggaran tahunan Penyelenggara Bursa Karbon harus mendapatkan persetujuan OJK sebelum diberlakukan.

Aman menyimpulkan, “Adanya dasar hukum yang mengatur persyaratan dan prosedur izin perdagangan karbon melalui bursa karbon diharapkan dapat menjadi dasar bagi berbagai instansi terkait, penyelenggara bursa karbon, pelaku usaha, pengguna jasa penyelenggara bursa karbon, dan berbagai pihak terkait lainnya dalam melakukan perdagangan karbon melalui bursa karbon.”