Kejaksaan Agung mengungkapkan berkas dari tiga tersangkan vawaksin palsu telah lengkap alias P21. Ketiga tersangka tersebut adalah Irnawati, Sutanto, dan Mirza. Berkas dinyatakan lengkap dan telah ditandatangani Ditektur Tindak Pidana Umum Lainnya, selaku Penuntut Umum, Susilo Yustinus.
Ditektur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Polri, Brigjen Agung Setya membenarkan perkas perkara vaksin palsu sebagaian telah P21 atau sudah lengkap dengan tersangka Irnawati, Sutanto, dan Mirza. Sementara terkait dengan puluhan berkas lainnya, polisi masih menunggu. Brigjen Agung juga menambahkan bahwa berkas 22 tersangk lainnya sedang menunggu dari Jaksa penuntut umum.
Sebelumnya, Bareskrim telah menetapkan 25 orang tersangka yang terdiri dari produsen, distributor, pengepul botol vaksin bekas, pencetak label vaksin palsu, doketer, serta bidan. Kasus vaksin palsu ini terdiri dari empat berkas. Berkas pertama terdiri dari tujuh tersangka yakni Irnawati, Sutanto, Rita Agustina, Hidayat Abdurrahman, Mirza, Suparji, dan Irmawati.
Berkas kedua terdiri dari Nuraini, Sugiarti, Ruan, Syahrul, Elly, dokter I, doketer Harmon, dan dokter Dite. Sementara berkas ketiga terdiri dari Sutarman, Agus, Thamrin, dan doker HUD. Berkas keempat terdiri dari Iin, Seno, Syahfrizal, M Farid, dokter Ade, dan Juanda.
Hingga saat ini hanya tiga tersangka yang berkasnya telah lengkap, yakni Irnawati, Sutanto, dan dinilai telah melanggar pasal 196 UU nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
Pasal tersebut berbungi setiap orang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan /atau alat kesehatan yang tidak memnuhi standar dan /atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepulu) tahun dan denda paling banyak Rpp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah)
Tersangka Irnawati diketahui memiliki peran sebagai pemasok botol bekas untuk vaksin palsu. Perawat di Rumah Sakit harapan Bunda itu mengumpulkan botol bekas dan menjualnya kepada tersangkan pembuat vaksin palsu lainnya, yakni pasangan suami sitri Hidayat Taufiqurohman dan Rita Agustina.
Sedangkan Sutanto dan Mirza merupakan tersangka yang memiliki peran sebagai distributor vaksin di wilayah Jawa Tengah. Keduanya ditangkap di Jalan Agus Salim, Semarang Jawa Tengah. Vaksin palsu tersebut diedarkan Sutanto dan Mirza di Jawa Tengah dan Medan.
Berkas 25 jaringan vaksin palsu tersebut sempat mandek di Kajaksaan Agung karena dinyatakan belum lengkap. Selain itu, Kejaksaan Agung menginginkan berkas lainnya dipisah menjadi 25 berkas sesuai dengan jumlah tersangka.
Apabila berkas dijadikan satu dan melibatkan semua jaringan dari pembuat vaksin palsu hingga pengguna (dokter dan bidan) maka akan terlihat jelas kejahatan para pelaku dalam satu kesatuan sehingga hukuman maksimal bisa diterapkan. Namun, apabila berkas dipisah masing-masing tersangka, maka penerapa hukuman tidak akan maksimal karena kejahatan dalam jaringan vaksin palsu tidak terlihat.
Sementara Ikatan Dokter Indonesia diduga ikut mengintervensi dalam proses penegakan hukum dalam kasus peredaran vaksin palsu. Pasalnya, sejumlah dokter dijadikan tersangka dalam kasus peredaran vaksin palsu. IDI pernah mengungkapkan bahwa pihakny akan membela mati-matian para dokter tersebut. IDI menekankan asas praduga tak bersalah kepada para dokter tersebut. Jadi sepanjang mereka belum dinyatakan bersalah maka IDI akan melakukan pembelaan.