Ancaman Ekonomi 2023 Gelap Gulita: Perusahaan Startup Digital Bisa Apa?

Ramai perkara perlambatan ekonomi 2023 nanti, Senior Business Consultant & Country Lead ZOHO Indonesia Handito Saroso menilai perusahaan maupun startup digital masih bisa berinvestasi di bidang teknologi. Sebab dalam situasi sulit, investasi terhadap teknologi menjadi salah satu upaya untuk mencapai efisiensi biaya operasional. 

“Pertama, harus mendefinisikan prioritas dan arah bisnis mereka. Banyak perusahaan digital yang sedang mengkondisikan ulang bisnis mereka untuk membenahi fundamentalnya. Jadi ketika marketnya naik lagi mereka jauh lebih siap dan mereka mempunyai runway yang lebih panjang,” kata Handito di Hotel Sotis Kemang Jakarta, Senin, 5 Desember.

Kendati demikian, pelaku startup digital tetap harus melakukan persiapan untuk menghadapi perlambatan ekonomi. Adapun langkah kedua, pelaku bisnis mesti meningkatkan pertumbuhan implementasi teknologinya di area yang saat ini belum terdigitalisasi.

Sementara itu, perusahaan yang sudah cukup mapan secara teknologi tetap ada potensi melakukan penyesuaian. Misalnya, menggunakan teknologi yang lebih baru sehingga bisa membantu operasional mereka lebih efisien.

Perusahaan Startup Digital Tak Berdaya di Resesi 2023?

Perusahaan juga bisa mensubtitusi teknologi yang mereka gunakan dengan teknologi yang lebih terjangkau, tetapi secara fungsional masih sama seperti yang dimiliki saat ini. “Itu bisa dipertimbangkan perusahana untuk penghadapi perlambatan ekonomi di sektor digital,” ucap Handito.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan Indonesia kemungkinan terbebas dari resesi, tetapi bakal mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi 2023. Kondisi itu berdampak pada seluruh sektor industri, termasuk startup digital.

“Perlambatan itu membuat optimisme ekspetasi gross merchandise value (GMV) menurun di 2025,” ujar Nailul dalam forum diskusi Redefine Business Strategy for Sustainable Transformation.

“Laporan tahun 2021 dan 2022 yang saya ambil dari data yang dikeluarkan oleh Google, Temasek dan Bain menyebutkan potensi GMV pada 2025 mencapai USD146 billion. Namun, pada 2022 menurun menjadi USD 130 billion,” kata Nailul.

Investasi di sektor teknologi digital di Indonesia, Nailul melanjutkan, juga tercatat mengalami penurunan. Pada 2021, investasi di sektor ini mencapai Rp 144 triliun. Sedangkan pada November 2022 hanya Rp 53,58 triliun.

Adapun tren penurunan investasi di sektor teknologi digital, menurut Nailul, tidak terlepas dari kebijakan The Fed soal tren kenaikan suku bunga acuan. Sebab, investor melihat suku bunga acuan sebagai indikator untuk menanamkan uang di perusahaan startup digital. “Ketika cost of investment naik, investor akan berpikir ulang. Misalnya akan berhitung keuntungan apa yang didapat jika menanam uang di startup, sedangkan menanam uang di bank bisa lebih tinggi (keuntungannya),” ujar dia.