Mahkam Agung menjadi salah satu momok bagi para koruptor di Indonesia, baru-baru ini dua tersangka kasus korupsi E-KTP Irman dan Sugiharto yang sebelumnya masing-masing mendapatkan vonis 8 tahun penjara diperberat setelah mengajukan banding ke MA menjadi 15 tahun penjara.
Kedua tersangka ini merupakan pejabat Kementerian Dalam Negeri tersangka dari kasus korupsi E-KTP selain Setya Novanto, Andi Narogong.
Perkara nomor 430K/Pidsus/2018 putus kemarin Rabu, 18 April 2018. Untuk kedua terdakwa, dipidana masing-masing 15 tahun dan denda masing-masing Rp500 juta subsider 8 bulan kurungan. Ujar Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi, Kamis (19/4), seperti dikutip dari antaranews.com.
Putusan MA Tersangka E-KTP
Menaggapi putusan MA yang dinilai lebih berat dari JPU, KPK melalui Juru Bicara KPK Febri Diansyah sangat percaya bahwa keputusan Hakim MA memiliki pandangan sendiri dan memang sudah tidak bisa lagi diganggu gugat.
“Kami mempercayai kredibilitas para Hakim Agung dan juga hakim di seluruh Indonesia. Sehingga, kami lihat kalau memang ada upaya hukum yang masih bisa dilakukan, tentu kami akan melakukannya. Tapi, kalau sudah berkekuatan hukum tetap, maka kami harus mempelajari, menghormati, menerima dan melaksanakannya,” ujar Febri Diansyah Jubir KPK.
Putusan MA terhadap Irman dan Sugiharto sebelumnya diputus oleh Hakim Agung Artidjo Alkotsar, Hakim Latif dan Hakim LS Lumme.
Jika dilihat dari peran keduanya di kasus KTP Elektronik Irman dan Sugiharto bukanlah aktor utama kasus tersebut. Hal ini juga yang menjadi pertimbangan KPK mengabulkan status keduanya sebagai justice collaborator.
Kedepannya menurut Febri konsep dan makna dari Justice Collaborator harus dipandang memiliki persamaan di instansi penegak hukum lainnya di Indonesia. Justice Collaborator dinilai memiliki peran sangat besar dalam menguak kasus korupsi.
Bagi orang yang sudah bersedia mengungkap dan membantu dalam mengungkap kasus korupsi secaar komlpleks dan besar tentu sepatutnya hukum memberikan individu tersebut penghargaan berupa Justice Collaborator (JC),” kata Febri Diansyah.
Namun KPK menurut Febri Diansyah sampai sekarang belum mendalami secara detail Putusan MA tersebut, dan belum mau memberikan keterangan lebih rinci karena harus mempelajarinya.