Pengawasan Barang Impor Diperketat, Bea Cukai Akui Masih Sulit dan Butuh Proses Panjang

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Indonesia menghadapi tantangan dalam mengawasi lonjakan barang impor dari China. Meskipun upaya telah dilakukan untuk mengawasi, lonjakan besar dalam consignment note (CN) atau dokumen pengiriman barang telah membuat tugas ini semakin sulit. Dalam Media Briefing APBN 2024, Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC Kemenkeu, Mohammad Aflah Fahrobi menjelaskan kendala yang dihadapi dan perlunya kolaborasi dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait.

Pada tahun 2018, jumlah consignment note (CN) atau dokumen pengiriman barang impor ke Indonesia hanya sekitar 5 juta per tahun. Namun, angka ini meningkat pesat menjadi 60 juta per tahun pada periode 2019-2023. Lonjakan ini terutama disebabkan oleh pesanan barang melalui e-commerce, yang sering kali memiliki nilai kecil dan berasal dari China.

Aflah menjelaskan bahwa sebelumnya, ketika e-commerce masih baru, hampir semua barang impor dapat diperiksa fisik. Namun, dengan volume impor yang semakin tinggi, tugas ini menjadi tidak mungkin dilakukan secara manual. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi dengan berbagai kementerian/lembaga terkait untuk mengatasi permasalahan ini.

Aflah juga menekankan pentingnya penerbitan aturan larangan khusus oleh kementerian/lembaga terkait untuk membantu Bea dan Cukai dalam mengawasi impor barang dari China. Dua poin utama yang dijaga oleh Bea dan Cukai adalah jumlah dan jenis barang yang sesuai serta pembayaran bea masuk dan perpajakan sesuai ketentuan.

Selain masalah barang impor, Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, Ihsan Priyawibawa, membahas peran TikTok dalam pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). TikTok saat ini berfungsi sebagai salah satu pemungut PPN atas transaksi di Indonesia.

Ihsan menjelaskan bahwa TikTok menyetor pajak dari aktivitas pemungutan PPN atas transaksi-transaksinya di Indonesia. Namun, besaran pajak yang disetor tidak diungkapkan. Jika TikTok berkembang menjadi e-commerce, perlakuan pajaknya akan disesuaikan dengan toko online sejenis. Namun, pengkajian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan status TikTok sebagai wajib pajak luar atau dalam negeri.

Kesulitan dalam mengawasi barang impor dari China yang mengalami lonjakan besar menjadi tantangan bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Kolaborasi dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait diperlukan untuk menjaga stabilitas dan kendali terhadap impor. Selain itu, pemungutan pajak dari platform-platform seperti TikTok juga menjadi perhatian dalam rangka menjaga keadilan dalam pemungutan pajak di Indonesia.