Mulai 10 Januari 2025, pengawasan kripto di Indonesia terhadap aset keuangan digital secara resmi beralih dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Langkah strategis itu diharapkan dapat menciptakan ekosistem kripto yang lebih aman dan terintegrasi dengan sektor keuangan lainnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi menjelaskan bahwa pengawasan kripto di Indonesia kini dikategorikan sebagai aset keuangan, berbeda dengan sebelumnya yang masuk dalam kategori aset komoditas.
“Perubahan ini membawa pendekatan pengawasan yang lebih luas, mencakup transaksi, pengembangan produk, penawaran, hingga pengawasan risiko dan dampak sistemik,” ujar Hasan dalam konferensi pers, Selasa (14/1).
Salah satu perbedaan mendasar dalam pengawasan di bawah OJK adalah penekanan pada perlindungan konsumen. Hasan menyebutkan, regulasi pengawasan kripto di Indonesia yang diterapkan akan memberikan kepastian hukum bagi industri sekaligus memastikan stabilitas sistem keuangan.
“Dengan beralihnya pengawasan ke OJK, regulasi kripto akan lebih terintegrasi, mencakup sektor perbankan hingga pasar modal. Hal ini juga membuka peluang pengembangan produk dan layanan yang lebih inovatif,” tambah Hasan.
Data OJK menunjukkan lonjakan signifikan dalam jumlah investor kripto di Indonesia. Hingga November 2024, terdapat 22,11 juta investor, naik dari 21,63 juta pada bulan sebelumnya. Total transaksi kripto juga mencapai Rp556,53 triliun, meningkat lebih dari 376% secara tahunan (yoy).
Dengan pengawasan yang lebih terstruktur, pemerintah berharap industri kripto dapat tumbuh secara berkelanjutan, sekaligus memberikan perlindungan maksimal bagi para pelaku usaha dan konsumen.
Demikian informasi seputar pengawasan kripto di Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Texas-Directory.Org.