Vonis 7 Tahun Penjara Pemimpin Jaringan Teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD)

Zainal Anshori yang merupakan pemimpin jaringan teroris jamaah Anshorut Daulah (JAD) akhirnya divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan vonis 7 tahun penjara.

Anshori sendiri terbukti bersalah dan didakwa sebagai inisiator  dalam kasus  penyerangan pos polisi di Tuban, Jawa Timur pada April 2017.

Dalam tragedi penyerangan tersebut terjadi baku tembak dengan polisi dan menewaskan 6 orang yang berasal dari penyerang (teroris).

Fakta di persidangan secara sah dan terbukti Zainal Anshori disebut menerima uang tunai 20 ribu dolar Amerika Serikat atau setara Rp 272 juta untuk mengumpulkan senapan dan pistol.

Bukan hanya itu, Anshori didakwa juga terlibat dalam kasus penyelundupan senjata api dari Filipina Selatan yang menjadi basisi kelompok jaringan ISIS Asia Tenggara.

Setelah dilakukan penyelidikan, Zainal Anshori juga sempat mengaku kepada hakim bahwa dirinya akan mendirikan kamp pelatihan jihad yang berlokasi di Indonesia Timur namun gagal.

Hal ini disebabkan karena setelah berhasil merekrut beberapa anggotanya untuk ikut ternyata beberapa anggotanya memilih balik kembali ke Lamomgan.

Vonis 7 tahun terhadap Zainal Anshori memang lebih ringan dari dakwaan jaksa penuntut umum sebelumnya yang menununtut Anshori didakwa 10 tahun penjara.

Keompok JAD merupakan salah satu kelompok teroris yang dalam beberapa tahun terakhir aktif melancarkan serangkaian aksi teror di Indonesia.

Beberapa serangan teror di Jakarta seperti kasus bom di Kampung Melayu didalangi oleh simpatisan JAD yaitu  Ikhwan Nur Salam dan Ahmad Syukri.

Dari sejumlah teror yang dilakukan JAD, sasaran mereka lebih banyak ditujukan kepadap petugas kepolisian dan aparat penegak hukum.

Aparat penegak hukum menjadi sasaran bagi para palaku teror karena memang para ekstrimis menganggap bahwa penegak hukum tidak sejalan dengan ajaran syariat islam dalam penegakan hukum atau konstitusi.

Indonesia memang menjadi salah satu basis terorisme di kawasan Asia Tenggara setelah Filipina, hal ini menjadi konsen bagi para penegak hukum untuk bisa memberantas jaringan serupa sampai ke akar agar benar-benar tuntas dan tidak menggangu ketentraman masyarakat di Indonesia.